Ada sebagian Wajib Pajak yang bangga telah membayar pajak dalam jumlah besar. Tetapi setelah diteliti lebih lanjut, sebagian besar pajak yang dibayar adalah pajak orang lain. Pajak orang yang saya maksud adalah withholding taxes atau pemotongan dan pemungutan [potput], yaitu : PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPN.
PPh Pasal 21 adalah PPh milik karyawan kita atau orang yang bekerja kepada kita. Begitu juga PPh Pasal 23 merupakan PPh milik mitra kerja kita. PPh Pasal 23 dipotong saat kita mendapatkan penghasilan. Dipotong oleh pembeli atau pemakai jasa. Sedangkan PPh Pasal 22 biasanya disebut pemungutan karena [salah satu alasannya] dipungut saat penjualan dan dipungut oleh penjual.
Begitu juga dengan PPN. Pajak Pertambahan Nilai dipungut oleh penjual. Secara teori, PPN dibayar oleh pembeli akhir atau end user. PPN yang disetor sebenarnya adalah pajak konsumen yang telah dipungut!
Dengan demikian, pemotong dan pemungut pajak orang lain bisa majikan, mitra kerja : pemakai jasa, penjual barang objek PPh Pasal 22, atau penjual BKP/JKP. Atau bisa juga pemotong / pemungut itu adalah bendaharawan pemerintah. Sekali lagi, ini adalah pajak orang lain.
Prakteknya, beberapa Wajib Pajak telah memotong atau memungut pajak orang lain tapi tidak disetorkan kepada Kas Negara. Ini adalah tindakan kriminal. Masuk domain kejahatan bukan pelanggaran! Sanksi yang pantas untuk diberikan tentu saja sanksi terberat yaitu, pidana pajak!
Saya kutip Pasal 39 ayat (1) huruf I UU KUP:
Setiap orang yang dengan sengaja:
i. tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut
sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Saya mendengar bahwa di Ibu kota sekarang ini ada PPh Pasal 21 atas dana BOS yang telah dipotong tetapi tidak disetorkan ke Kas Negara. Jumlah PPh Pasal 21 yang tidak disetorkan mencapai puluhan milyar rupiah. Tentu saja pemotong PPh Pasal 21 ini adalah bendahara pemerintah. Kabarnya, kasus ini sekarang sedang dalam proses penyidikan DJP. Saya tidak tahu, apakah ini berasal dari pengaduan masyarakat atau murni “pengendusan” DJP sendiri.
Jika pembaca menemukan praktek seperti ini atau mengetahui ada pajak orang lain yang telah dipotong atau dipungut tapi tidak disetor ke Kas Negara, segera mengirim surat ke KPDJP atau Kanwil Pajak setempat supaya ditindaklanjuti!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar